sejarah kota Bojonegoro
Di waktu masa Maha Raja Balitung (th –
910 M) yang menguasai Jawa Tengah dan Jawa Timur daerah yang sekarang
dikenal dengan nama Bojonegoro belumlah ada. Yang ada hanyalah hutan
luas yang diimpit oleh pegunungan kapur di sebelah selatan dan utara
yang dilewati sungai bengawan solo dan sungai brantas.
Hutan ini baru ditempati kira-kira
tahun 1000 masehi oleh orang-orang Keratin Madang Kemulan. Awal mulanya
hutan ini diberi nama alas tuo (hutan tua),
namun setelah masyarakat imigran dari Jawa Tengah datang, mulailah
banyak didirikan desa-desa di sekitar hutan. Diantaranya adalah Desa
Gadung, Desa Dander dan sebagainya.
Para
pendatang yang mendirikan desa-desa itu membuat masyarakat sendiri
berdasarakan hubungan keluarga. Di tiap-tiap masyarakat tersebut
terdapat kepala desa. Di antara kepala desa tersebut, ada yang bernama
Ki Rahadi yang menguasai Dukuh Randu Gempol. Akibat masuknya kebudayaan
hindu yang di terima Ki Rahadi, maka cara pemerintahan yang sedang ia
pegang cenderung meniru cara pemerintahan hindu.
Kemudian
nama Ki Raharadi di ubah menjadi Rakai Purnawakilan. Dukuh Randu
Gempol diubah menjadi Kerajaan Hurandhu Purwo (sekarang tempatnya di
Plesungan, Kapas). Beliau mengangkat dirinya sendiri menjadi raja yang
mempunyai aliran Syiwa. Kerajaan diperluas dari Gunung Pegat hutan
Babatan (sekarang Babat), sampai Purwosari Cepu dan Jatirogo (Tuban)
sampai layaknya benteng pertahanan kerajaan. Pusat kerajaan berlokasi
di daerah Kedaton (sekarang di daerah Kapas).
Jalan propinsi kota Bojonegoro antara
lain ; Jl. Gajah Mada, Dipenogoro, Kartini, AKBP M. Sueroko sampai
Jalan Jaksa Agung Suprapto. Jalan-jalan tersebut dulunya masih berupa
sungai besar yang sekarang dinamakan Sungai Bengawan Solo yang waktu
itu ramai sekali digunakan untuk perdagangan. Dulu, raja senang sekali
berburu, dan saat ini tempat yang dulu sering digunakan sebagai tempat
berburu raja berada di Desa Padang dan Sumberarum. Kerajaan Hurarandu
Purwa musnah bersamaan dengan hilangnya raja rakai pikatan secara turun
menurun.
Di awal abad 19, Indonesia berada
dibawah kekuasaan pemerintahan Belanda. Di tahun 1824 ada 3 daerah di
sekitar b\Bojonegoro yang belum ikut dalam pemerintahan Belanda yaitu
daerah:
1. Kabupaten Mojoranu (dander) yang dipimpin oleh bupati R.T. Sosrodiningrat.
2. Kabupaten Padangan (desa pasinan) yang di pimpin oleh bupati R.T. Prawirogdo
3. Kabupaten Baurno (desa kauman) yang dipimpin oleh Bupati R.T. Honggrowikomo
Ketiga bupati di atas, berada di
bawah pengawasan Bupati Madiun yang bernama R.T Ronggo yang mewakili
Kerajaan Mataram di Jawa Tengah. Waktu itu nama Bojonegoro belum ada.
Pemerintahan Belanda menginginkan ketiga kabupaten dijadikan satu dan
dibentuk sebuah kabupaten baru yang ikut dalam wilayah pemerintahan
Belanda. Untuk keperluan tersebut, akhirnya tiga bupati di atas diajak
bermusyawarah di daerah Padangan. Hal ini terjadi pada tahun 1826. Akan
tetapi ketidakhadiran Bupati Mojoranu yaitu R.T Sosrodinigrat yang
sedang berpergian ke Desa Cabean di daerah Rejoso Nganjuk, dapat
dijadikan alasan untuk mengurungkan niat penggabungan kabupaten
tersebut.
Selama
perginya Bupati Mojoranu, pemerintahan Kabupaten Mojoranu diserahkan
kepada Pateh Demang R. Sumosirjo beserta putra-putrinya yaitu R.M
Sosrodilogo, dan R.M Surratin yang waktu itu masih bertempat tinggal di
daerah Nganjuk, dan masih belajar agama di daerah Ngithitik.
Keinginan Pemerintahan Belanda untuk
menyatukan tiga daerah tersebut akhirnya gagal. Kemudian Pemerintah
Belanda memasang rambu-rambu di wilayah Mojoranu, dan membuat sebuah
daerah tandingan yang di beri nama Kabupten Rajekwesi, sekaligus
membuat penjara. Pemerintahan Belanda mengangkat R.T Purwonegoro
menjadi Bupati Rajekwesi yang waktu itu masih berstatus sebagai Bupati
Probolinggo, namun hanya untuk semestara. Pusat kabupaten waktu itu
berlokasi di daerah Ngumpak Dalem.
Karena pemerintahan R.T Purwonegoro
di Rejekwesi tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh Belanda, maka
Belanda mengangkat R.T Joyonegoro, anak R.T Purwonegoro untuk
menggantikan bapaknya. Di masa pemerintahan Belanda, Kapubaten Mojoranu
dianggap tidak ada. Melihat kenyataan yang demikian, R.T Sosrodilogo
akhirnya mengadakan hubungan dengan Pangeran Dipenogoro di Mataram.
Disuatu waktu R.T Joyonegoro malihat
R.M Suratin, dan R.T Sosrodiningrat sebagai Bupati Mojoranu memakai
kebesan kerajaan. Saat itu juga R.M Suratin ditangkap dan dijebloskan
ke penjara Rajekwesi. Kejadian itu diketahui R.T Sorodilogo. Setelah
berunding dengan Patih Demangan R. Sumodirojo dan Demang Kapoh, maka
R.T Sosrodilogo meminta bantuan kepada Pengeran Dipenogoro dari
mataram. Akhirnya dikirimlah bala bantuan sebanyak 40 orang.
Kejadian tersebut sengaja di buat
hingga akhirnya terjadi peperangan kecil diantara Mojoranu dan
Rajekwesi. Ke-40 orang dari Mataram kemudian ditawan dan Pateh Demangan
R. Sumodirjo gugur dan dimakamkan di Desa Bendo (kapas). R.T
Sosrodilogo juga dimasukan ke penjara dan dituduh sebagai pemberontak.
Dipenjara Rajekwesi, R.T Sosrodilogo bertemu dengan adiknya R.M
Suratin. Keduanya bekerjasama untuk mengadakan pemberontakan dengan
perencanaan yang lebih matang dan rapi.
Akhirnya keduanya bisa lepas dari
penjara dan peperangan dimulai kembali. Kabupaten Rajekwesi dikepung
dari berbagai arah. Dalam peperangan ini Patih Somodikaran gugur dan
dimakamkan di desa yang sekarang disebut Desa Sumodikaran (dander).
Kekuatan Kerajaan Rajegwesi melemah. Pasukan Mojoranu terus maju dan
mendesak pasukan rajekwesi. Pada akhirnya Rajekwesi pun hancur.
Pemerintahan Belanda mendirikan
markas kecil dan pos-pos pertahanan di daerah yang masih mereka kuasai,
diantaranya; Rembang Blora. Rajekwesi, Bancar, Jatirogo, Planturan,
Babat, Kapas dll. Pasukan Belanda semakin meningkatkan pertahanannya
untuk mengimbangi pemberontakan rakyat. Sementara itu pahlawan R.T
Sosrodilogo di rajekwesi dan sekitarnya .
Kemenangan
Sosrodilogo bersama pengikut merebut rajekwesi akhirnya menimbulkan
semangat perlawanan terhadap belanda di daerah lain. Kota Baorno yang
diduduki belanda yang berada di perbatasan Surabaya dan tuban meraka
kewalahan dan terancam. Pasukan rakyat juga menguasai daerah selatan
padangan. Diteruskan kemudian akanmenyerang kota ngawi. Bisa dikatakan
diakhiri. Tahun 1827 di daerah rajekwesi di penuhi dengan pemberontakan
dan peperangan.
Pahlawan
rakyat melawan pemrenthan belnda si awali dari pecahnya oerang di
penogoro di mataram pda tahun 1825. R.T Sosrodilogo yang memimpin
pasukannya merebut rejekwesi sempat juga di jadikan perwira pasukan
kraton Yogyakrata dan pangeran dipenogoro. Perlawanan rakyat juga
dialami di kota blora dipimpin oleh Raden Ngabel Tortonoto yang
akhirnya menguasai kota blora.
Akhirnya kota rajekwesi dibakar
hangus oleh pasukan mojoranu R.T Sosrodilogo bersama pasukannya
menguasai semua daerah sekitar kabupaten rejekwesi. Bupati rajekwesi R.T
joyonegoro melarikan diri meminta ke bupati sedayu. Sebelum sampai
kabupaten sedayu teryata R.T joyonegoro bertemu dengan bupati sedayu di
bengawan solo yang sudah siap dengan bala tentaranya yang akan membantu
R.T joyonegoro.
Kabupaten
sedayu merupakan sekutu rajekwesi yang sama-sama mengakui kekuasaan
pemerentahan belanda. Di pinggir daerah rajekwesi bupati sedayu bersama
pasukanya mendirikan markas-marakas kecil sementara pasukan lainya
diperentah untuk menyerbu kabupaten mojoranu. Sesampai di kabupaten
mojoranu pasukan sedayu bertempur dengan pasukan mojoranu. Pasukan
sedayu yang berasal dari orang-orang masura dan makasar akhirnya
terdesak dan kembali ke markasanya.
Kota rajekwesi akhirnya diduduki oleh
R.T Sosrodilogo salah satu kesalahan besar pasukan rakyat adalah
setelah mengalami kemenangan dalam peperangan. Banyak dari pasukan itu
mau bersenang-senang dahulu sebelum meneruskan peperangan selanjutnya.
Hal ini di manfaatkan oleh belanda untuk mengumpulkan dan menata
kekuatan kembali.
Bantuan dari belanda mengalir terus
menerus ke rembang dan rejekwesi. Pasukan belandaa dari padangan
akhirnya dikirim masuk ke kota rajekwesi pasukan rakyat semakin
terdesak. mojoranu dapat dikalahkan R.T Sosrodilogo bersama pasukan yang
tersisa melarikan diri.
Pada tanggal 26 januari 1828 belanda
dapat memasuki kota rajekwesi. R.T Sorodilogo malarikan diri ke arah
selatan planturan. Semangat pangikut R.T Sosrodilogo menjadi lemah.
Pada tanggal 7 maret 1828 bisa dikatakan pahlawan rakyat di daerah
rembang. Rajekwesi dan lain-lain dianggap rampung.
R.T
Sosrodilogo bersama saudarannya yaitu raden bagus menjadi buronan oleh
pihak belanda. Belanda mengadakan seyembara untuk menangkap kesua
orang tersebut. Raden bagus akhirnya diserahkan kepada bupati setempat
R.T Sosrodilogo melarikan diri ke jawa tengah dan bergabung dalam
peperangan dipenogoro. Namun ahirnya pada tanggal 3 oktober 1828 R.T
Sosrodilogo menyerah kepada belanda.
Setelah peperangan usai maka
pemerentahan belanda mengundang R.T Sosorodilogo dan bupati sedayu
menghadiri pesta besar-besaran (suka-suka bojono) untuk merayakan
keberhasilan mengalahkan pasukan mojoranu. Saat itu pula pemerentah
belanda mengangkat R.T Joyonegoro menjadi bupati bojonegoro. Nama
kabupaten bojonegoro di ambil untuk menggantikan kerajaan rajekwesi yang
sudah hancur. BOJO yang berarti bersenang-senang dalam perayaan
tersebut. Sedangkan NEGORO berati Negara. Saat itu pemerentahan belanda
dipimpin oleh H. Marcus De Kock dengan perangkat Letnan Gubernur Jendar
(1826-1830).
R.T Joyonegoro Bupati Bojonegoro 1827-1844.
Berdasarkan cerita pusat kabupaten
rejekwesi dulunya terletak di daerah Ngumpak Dalem, maka setelah
peperangan dipindah ke daerah boghadung yang terletak di sebelah utara
rajekwesi. Berdasarkan pertimbangan pada pejabat waktu itu. Tidak baik
mendirikan Negara di lokasi yang sama dengan alas an rejekwesi pernah
kalah dalam peperangan mojoranu. Desa Boghadung yang terletak sebelah
utara bengawan solo masih ikut darah tuban waktu itu.
Di tahun 1828 bengawan solo sudah
terpecah menjadi dua aliran. Desa Boghadung yang tedinya berada di
sebelah utara bengawan. Setelah pindah di Boghadung ini kabupaten
rajekwesi berubah menjadi nama Bojonegoro.
Di sini di berkembang cerita bahwa kata BO dari bojonegoro diambil dari
kata Boghadung yang akhirnya menjadi kata Bojonegoro. Ada pula cerita
lain yang mengatkan bahwa bojonegoro berasal dari kata BOJON yang
artinya SUGU atau tanah yang diberikan untuk Negara dari daerah Tuban.
R.T Joyonegoro beserta keluarganya pindah ke bojonegoro dan pension
menjadi bupati bojonegoro pada tahun 1844.
dan sekarang ini bupati bojonegoro yang peduli dan mau terjun langsung ke masyarakat desa dan mampu menunjukan perkembangan masyarakat-masyarakat desa dengan sangat pesat dan insyaallahtidah lagi GAPTEK adalah KANG YOTO
dan sekarang ini bupati bojonegoro yang peduli dan mau terjun langsung ke masyarakat desa dan mampu menunjukan perkembangan masyarakat-masyarakat desa dengan sangat pesat dan insyaallahtidah lagi GAPTEK adalah KANG YOTO
0 komentar:
Posting Komentar